안녕하세요

안녕하세요

Jumat, 01 Mei 2015

The Wind Love Chapter 2 (oleh vita)

oleh: vita

-September 2011-
            sebuah puisi cinta, untuk mu dari ku”
            Beberapa bulan berlalu, hubungan pertemanan gue dengan gemini dan lain-lain makin asyik. Terlebih lagi rasa suka gue ke Lao sudah sirna begitu saja. Perasaan itu hilang ketika gue mulai menatap mata gemini. Entah gue suka atau tidak, yang jelas gue merasa tenang jika menatap mata gemini. Dan perasaan itu makin kuat karna sebuah puisi.
            Berawal dari sebuah tugas sekolah, sebuah pusi yang pernah gue bawakan di depan kelas, dan kesan dari puisi tersebut, memberi arti bagi hidup gue hingga kini. Ketika itu guru bahasa Indonesia menyuruh anak-anak untuk membawa puisi dari sebuah majalah. Saat itu gue sudah memilih sebuah puisi tapi dari sebuah Majalah Kpop terkenal.
            Ketika jam istirahat gue coba membaca pusi tersebut dalam hati, tapi tersontak gue kaget ketika gemini menarik majalah yang gue baca “widihh korea-korea, eh ini band rock kesukaan gue, gue liat dulu ya”, karena kekagetan yang udah dia buat dan gue gak suka sama cara dia, gue pun bilang “ihhh sini ahh, gue lagi baca, rese banget sih lu, awas aja kalau sampai robek, sini ihh” dengan ekspresi penuh canda gemini pun mencoba untuk menakut-nakuti gue dengan merobek sedikit bagian dari majalah, dan ternyata dia sungguh merobek majalah gue.
            Perasaan marah dan kesel pun bercampur menjadi satu dan dengan refleks gue menarik majalah dari tangan dia dan gue tatap dia penuh dengan sinis. Saling menatap satu sama lain. Tapi dari pandangan itu gue merasakan sesuatu yang beda, suatu ketenangan muncul dengan perasaan penuh debar dan pandangan itu terhenti ketika salah seorang teman gue, widja bilang “ciee jangan tatap-tatapan tar suka loh”. Gue pun kaget dan menarik majalah dari tangan dia.
            Ketika pelajaran dimulai gue pun masih terniang-niang dengan pandangan tersebut terlabih lagi dengan kata-kata yang dibilang widja, dalam lamunan gue pun meyanggah “ah gak mungkin gue suka sma dia, dia kan temen gue, bodo ah”. dengan mengetuk-ngetuk jari ke meja gue pun makin merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang membuat gue berdebar ketika Gemini membalikan badannya ke meja gue dan dia bilang “sorry Ar gak sengaja tadi, lu sih”.
            Karna pembicaan gue dan Gemini, guru bahasa indonesia menunjuk gue untuk membacakan puisi di depan kelas. Dengan penuh nurut gue pun melangkah ke depan kelas dan membacakan sebuah puisi
“Angin”
Kala malam aku sendiri
Aku merasa bingung
Penuh dengan kesunyian
Aku mencari-cari sebuah kebisingan
Cinta
Aku mencarinya
Kemanakah cinta yang membuatku merasa hidup
Angin
Aku ingin dia datang disini
Menemaniku, dan menyayangiku
Angin katakan padanya
Aku ingin dia memberikan cinta
Segenap cinta dengan penuh kasih sayang
Angin
Katatakan padanya
Aku benci dengan kesendirian ini

Begitulah puisi yang gue bacakan didepan kelas. Dan entah kenapa gue sesekali melirik ke arah Gemini saat membacakan puisi tersebut. Tepuk tangan dari teman-teman sekelas membuat gue terasa senang, terlebih lagi saat Gemini memberikan thumbs up ke gue.
            Dengan penuh ketidak percayaan ternyata gue masih terniang-niang kejadian itu. Pandangan yang penuh ketenangan. Dan rasa cemburu itu pun muncul saat gue berada di seberang jalan. Seorang wanita berdiri dan memanggil Gemini yang sedang mengendarai motor. Dan mereka berdua pun akhirnya pulang bareng.
            Rasa marah dan cemburu itu muncul saat itu dan gue masih gak ngerti sama apa yang terjadi sama gue. Gue masih menyangkal gak mungkin gue bisa suka sama dia dalam waktu yang secepat itu. Gak mungkin ! gak mungkin ! dan gak mungkin ! begitulah sugesti gue untuk diri gue sendiri. Keesokan harinya rasa cemburu itu muncul kembali saat cewe itu datang kekelas dan memanggil Gemini. Gue pun  makin sinis dengan kejadian itu. Dan ketika Gemini balik ke bangkunya gue bilang “cie Gem, cewe lo ya”. Jawaban gemini setidaknya membuat rasa cemburu gue hilang “bukan Ar, temen SMP gue dia mah”.

-saat jam pelajaran-
            Makin hari gue merasa tingkah gue makin aneh. Gue jadi lebih perhatian dengan apa yang dilakukan Gemini. Sambil mengerjakan tugas gue, mata gue refleks melirik gemini yang berada di serong depan gue. Sambil senyum gue memperhatikan nya. Dan lagi-lagi lirikan gue ketahuan oleh nya, dan dengan pedenya Gemini bilang “kenapa lo liat-liat gue gituh sambil senyum, wah lo suka ya sama gue?” dan penuh kemunafikan gue bilang “gak lah, enak aja”, lalu Gemini kembali menjawab “masa?” dan gue membalas jawaban itu di dalam hati “mungkin dan kayaknya gue emang suka deh sama lo”.
            Hari terus berlalu dan ternyata gue bener-bener suka sama sahabat gue sendiri, Gemini. Gak semulus yang gue bayangkan, baru beberapa bulan gue suka sama dia tapi begitu banyak rintangan yang harus gue lalui.


“Ternyata mencintai sahabat sendiri lebih sakit dari mencintai orang lain”


The next Chapter
See yaaaa