oleh: vita
-September 2011-
“sebuah puisi cinta, untuk mu dari ku”
Beberapa bulan
berlalu, hubungan pertemanan gue dengan gemini dan lain-lain makin asyik.
Terlebih lagi rasa suka gue ke Lao sudah sirna begitu saja. Perasaan itu hilang
ketika gue mulai menatap mata gemini. Entah gue suka atau tidak, yang jelas gue
merasa tenang jika menatap mata gemini. Dan perasaan itu makin kuat karna sebuah
puisi.
Berawal dari
sebuah tugas sekolah, sebuah pusi yang pernah gue bawakan di depan kelas, dan
kesan dari puisi tersebut, memberi arti bagi hidup gue hingga kini. Ketika itu
guru bahasa Indonesia menyuruh anak-anak untuk membawa puisi dari sebuah
majalah. Saat itu gue sudah memilih sebuah puisi tapi dari sebuah Majalah Kpop
terkenal.
Ketika jam
istirahat gue coba membaca pusi tersebut dalam hati, tapi tersontak gue kaget
ketika gemini menarik majalah yang gue baca “widihh korea-korea, eh ini band
rock kesukaan gue, gue liat dulu ya”, karena kekagetan yang udah dia buat dan
gue gak suka sama cara dia, gue pun bilang “ihhh sini ahh, gue lagi baca, rese
banget sih lu, awas aja kalau sampai robek, sini ihh” dengan ekspresi penuh
canda gemini pun mencoba untuk menakut-nakuti gue dengan merobek sedikit bagian
dari majalah, dan ternyata dia sungguh merobek majalah gue.
Perasaan marah
dan kesel pun bercampur menjadi satu dan dengan refleks gue menarik majalah
dari tangan dia dan gue tatap dia penuh dengan sinis. Saling menatap satu sama
lain. Tapi dari pandangan itu gue merasakan sesuatu yang beda, suatu ketenangan
muncul dengan perasaan penuh debar dan pandangan itu terhenti ketika salah
seorang teman gue, widja bilang “ciee jangan tatap-tatapan tar suka loh”. Gue
pun kaget dan menarik majalah dari tangan dia.
Ketika
pelajaran dimulai gue pun masih terniang-niang dengan pandangan tersebut
terlabih lagi dengan kata-kata yang dibilang widja, dalam lamunan gue pun
meyanggah “ah gak mungkin gue suka sma dia, dia kan temen gue, bodo ah”. dengan
mengetuk-ngetuk jari ke meja gue pun makin merasakan sesuatu yang lain, sesuatu
yang membuat gue berdebar ketika Gemini membalikan badannya ke meja gue dan dia
bilang “sorry Ar gak sengaja tadi, lu sih”.
Karna pembicaan
gue dan Gemini, guru bahasa indonesia menunjuk gue untuk membacakan puisi di
depan kelas. Dengan penuh nurut gue pun melangkah ke depan kelas dan membacakan
sebuah puisi
“Angin”
Kala malam aku sendiri
Aku merasa bingung
Penuh dengan kesunyian
Aku mencari-cari sebuah kebisingan
Cinta
Aku mencarinya
Kemanakah cinta yang membuatku merasa
hidup
Angin
Aku ingin dia datang disini
Menemaniku, dan menyayangiku
Angin katakan padanya
Aku ingin dia memberikan cinta
Segenap cinta dengan penuh kasih
sayang
Angin
Katatakan padanya
Aku benci dengan kesendirian ini
Begitulah puisi yang gue bacakan didepan kelas. Dan entah kenapa
gue sesekali melirik ke arah Gemini saat membacakan puisi tersebut. Tepuk
tangan dari teman-teman sekelas membuat gue terasa senang, terlebih lagi saat
Gemini memberikan thumbs up ke gue.
Dengan penuh
ketidak percayaan ternyata gue masih terniang-niang kejadian itu. Pandangan
yang penuh ketenangan. Dan rasa cemburu itu pun muncul saat gue berada di
seberang jalan. Seorang wanita berdiri dan memanggil Gemini yang sedang
mengendarai motor. Dan mereka berdua pun akhirnya pulang bareng.
Rasa marah dan
cemburu itu muncul saat itu dan gue masih gak ngerti sama apa yang terjadi sama
gue. Gue masih menyangkal gak mungkin gue bisa suka sama dia dalam waktu yang
secepat itu. Gak mungkin ! gak mungkin ! dan gak mungkin ! begitulah sugesti
gue untuk diri gue sendiri. Keesokan harinya rasa cemburu itu muncul kembali saat cewe
itu datang kekelas dan memanggil Gemini. Gue pun makin sinis dengan kejadian itu. Dan ketika
Gemini balik ke bangkunya gue bilang “cie Gem, cewe lo ya”. Jawaban gemini
setidaknya membuat rasa cemburu gue hilang “bukan Ar, temen SMP gue dia mah”.
-saat jam pelajaran-
Makin hari gue
merasa tingkah gue makin aneh. Gue jadi lebih perhatian dengan apa yang dilakukan
Gemini. Sambil mengerjakan tugas gue, mata gue refleks melirik gemini yang
berada di serong depan gue. Sambil senyum gue memperhatikan nya. Dan lagi-lagi
lirikan gue ketahuan oleh nya, dan dengan pedenya Gemini bilang “kenapa lo
liat-liat gue gituh sambil senyum, wah lo suka ya sama gue?” dan penuh
kemunafikan gue bilang “gak lah, enak aja”, lalu Gemini kembali menjawab
“masa?” dan gue membalas jawaban itu di dalam hati “mungkin dan kayaknya gue
emang suka deh sama lo”.
Hari terus
berlalu dan ternyata gue bener-bener suka sama sahabat gue sendiri, Gemini. Gak
semulus yang gue bayangkan, baru beberapa bulan gue suka sama dia tapi begitu
banyak rintangan yang harus gue lalui.
“Ternyata mencintai sahabat sendiri lebih
sakit dari mencintai orang lain”
The next Chapter
See yaaaa
